Konsonan Bilabial Dan Konsonan Dental
Menjadi seorang guru artikulasi bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Banyak hal-hal yang hrus dipenuhioleh seorang guru artikulasi tersebut, diantaranya konsep artikulasi, karakteristik anak, dan juga beberapa sikap seperti sabar, telaten, serta pantang menyerah. Sangat perlu sekali seorang ortopedagog itu untuk mempelajari artikulasi dengan sungguh-sungguh.
Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa anak yang mengalami kesulitan bicara tidak hanya anak tunarungu saja, namun anak dengan gangguan autis pun ada beberapa yang mengalami kesulitan bicara. Sehingga pembelajaran artikulasi itu tidak hanya diperuntukan bagi anak tunarunga, tetapi juga anak dengan gangguan autism atau anak berkebututuhan khusus yang lain yang mengalami gangguan bicara.
Berbicara mengenai artikulasi, sebenarnya apa itu artikulasi? Dalam www.speechtherapy.sg menyatakan bahwa artikulasi adalah rangkaian pergerakan organ bicara dalam mulut yang menghasilkan bunyian secara tepat dan benar. Sedangkan dalam Wikipedia menyatakan bahwa artikulasi adalah perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa. Daerah artikulasi terbentang dari bibir luar sampai pita suara, dimana fonem-fonem terbentuk berdasarkan getaran pita suara disertai perubahan posisi lidah dan semacamnya.
Jadi dari dua pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa artikulasi merupakan rangkaian pergerakan organ bicara dalam mulut yang menghasilkan bunyian secara tepat dan benar, dimana fonem-fonem terbentuk berdasarkan getaran pita suara disertai perubahan posisi lidah dan semacamnya.
Dalam pembelajaran artikulasi, salah satu komponen yang dipelajari adalah bunyi bahasa, yaitu satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap. Sedangkan bunyi bahasa sendiri dibagi menjadi dua, yaitu vocal dan konsonan. Dan konsonan sendiri masih dibagi menjadi enam, diantaranya 1) konsonan bilabial, 2)labiodental, 3)dental, 4) velar, 5) palatal, dan 6) konsonan selaput suara
Disini akan lebih dibahas mengenai konsonan bilabial dan juga konsonan dental. Yang pertama adalah konsonan bilabial, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bibir: /p/, /b/, /m/, dan /w/. Karena kedua belah bibir sama-sama bergerak, serta keduanya juga menjadi titik sentuh dari bibir yang lainnya, maka sekaligus mereka bertindak sebagai artikulator dan titik.
Fonem bilabial yang pertama adalah p. Dasar pengucapan adalah kedua bibir atas dan bawah. Pembentukan fonem p ini dengan kedua bibir mengatup rapat, pipi tegang dan tidak cembung, letak lidah datar. Cara melatih meliputi secara visual dengan anak diajak memperhatikan mimic guru, kemudian anak menirukan. Secara auditor , ajak anak untuk merasakan getaran sambil meraban, ketika sudahada reaksi bunyi maka, guru mengucapkan kata dan anak menirukan Secara haptik, ajak anak uantuk merasakan udara yang meletup, beri kesempatan anak untuk mencoba, dan guru mengontrol letupan anak.
Terkadang anak mengakami kesalahan dalam pengucapan yaitu p di ucapkan lemah. Disini guru harus memberitahu kalau fonem yang di ucapkan salah kemudian membenarkannya. Caranya mp ada getaran di pipi dan p tidak ada getraran. Ada juga p diucapkan m, disini guru memberitahu bahwa p diucapkan sengau. Ada yang lain yaiyu p diucapkan mengecap, disini guru harus memberutahu bahwa p itu meletup dan tidak mengecap.
Fonem bilabial yang kedua adalah b. dasar pengucapan fonem b adalah kedua belah bibir. Pembentukannya meliputi, posisi bibir bawah dan atas saling menekan, posisi lidah mendatar dan gigi atas bawah tidak bersentuhan, pita suara bergetar. Untuk cara melatihnya, secara visual anak diajak memperhatikan mimic guru, kemudian anak menirukan. Secara auditoris gunakan bunyi yang keras, ajak anak untuk mengamati benyi, kemudian beri kesempatan anak untuk mencoba sendiri. Secara haptik ajak anak uantuk merasakan udara yang meletup, lakukan latihan pernafasan.
Kemudian ketika terjadi kesalahan seperti b diucapkan p, maka sadarkan anak bahwa p itu tidak tegang, kemudian rasakan gerakan mulut saat mengucap b. ketika b diucapkan mb, maka cara memperbaikinya adalah guru menuliskan mb itu salah dan yang benar itu b, rasakan getaran dihidung.
Konsonan bilabial yang ketiga adalah m. dasar pembentukan fonem m adalah bibir atas dan bawah. Pembentukan fonem ini meliputi kedua bibir mengatup rapat tapi tidak sengau, posisi lidah mendatar, langit-langit lembut tidak tegang. Untuk cara melatihnya sendiri secara visual anak diajak memperhatikan mimic guru dan guru mengucap kata , kemudian anak menirukan. Secara auditoris bunyi yang keras, ajak anak meraban sambil mengamati ada/tidak rabaan, jika sudah bereaksi lalu guru mengucapkan kata dan anak menirukan.
Ketika terjadi kesalahan ucap fonem, seperti m belum terbentuk maka cara pembetulanya ajak anak menggumam dan rasakan getaranya di bibir dab juga telinga. Selain itu ketika m diucapkan mp sadarkan anak dan ajak anakmeraba. Jika m diucap lemah maka guru juga harus menyadarkan anak kemudian mengajarkan bagaimana posisi bibir dan ketegangan ototnya.
Fonem bilabial yang lainya yaitu w. dasar pengucapanya menggunakan kedua bibir atas dan bawah juga. Pembentukanya dengan mengatupkan trapat tapi tidak saling menekan udara ke luar. Untuk cara melatihnya sendiri hamper sama dengan fonem bilabial yang lain yaitu secara visual, auditoris dan heptik.
Seperti yang telah di ungkapkan diatas tadi bahwa selain konsonan bilabial ada juga konsonan dental . konsonan dental merupakan konsonan yang terjadi karena lidah menyentuh gigi atas. Adapun yang termasuk dalam konsonan dental adalah t, Untuk fonem t, dasar pembentukannya adalah lengkung kaki gigi atas dan ujung lidah. Pembentukannya dengan menekan kaki gigi atas, pinggir lidah menekan alur kaki gigi atas.
Cara melatihnya dengan secara visual anak memperhatikan lidah dan bebtuk bibir guru pada cermin kemudian menirukanya. Secara auditoris, gunakan suara yang keras kemudian ajak anak utuk merasakan getaran sambil meraban. Secara heptik ajak anak untuk merasakan letupan yang keluar dari mulutnya.
Apabila terjadi kesalahan, semisal t diucapkan lemah maka cara memperbaikinya dengan memberitahu fonem t yang diucvapkan lemah. Dan rasakan bedanya letupan pada ujung kertas. Dan tetap latih secara terus menerus agar letupanya kuat.
Fonem dental yang lain yaitu d. dasar pembentukan fonem d ini ujung lidah dan langit-langit keras bagian depan. Pembentukannya dengan menekan ujung lidah ke langit-langit keras. Celah suara terbuka sehingga suara masuk. Untuk melatihnya, sama secara visual, auditoris dan heptik. Hanya saja lidah dan bentuk bibir yang lebih diperhatikan. Pada waktu terjadi kesalahan cepatlah diperbaiki. Jika kurang sempurna maka ajaklah anak untuk berlatih meniup sebanyak-banyaknya dengan berbagai alat sambil bermain.
Fonem dental yang selanjutnya adalah n. dasar ucapan fonem n ini adalah ujung lidah lengkung kaki gigi atas. Pembentukannya denga ujung lidah menutup dan menempel pada alur kaki gigi atas. Udara dalam mulut dan hidung beresonansi. Untuk cara melatihnya sendiri secara visual memperhatikan lidah dan bentuk bibir guru kemudian ditirukan. Secara auditoris, gunakan suara yang keras kemudian ajak anak utuk merasakan getaran sambil meraban. Secara heptik ajak anak untuk merasakan getaran pada hidung, pipi, leher.
Ketikaanak mengalami kesalahan sseperti n ditengah dan n diakhir dihilangkan. Maka cara memperbaikinya sadarkan anak bahwa ucapannya salah. Ajak melihat posisi bibir, lidah, dan gigi. Ajak anak untuk meraban, kemudian ajak lagi untuk merasakan getaran.
Fonem dental yang selanjutnya adalah r. dasar puengucapanya dengan ujung daun lidah dan kaki gigi atas. Pembentukannya dengan lidah diangkat tidak tegang, ujung lidah menyentuh kaki gigi atas. Dalam melatih anak sama seperti fonem dental ya ng lain yaitu secara visual, auditoris, dan heptik. Ketika anak mengalami kesalahan pengucapan fonem, maks segeralah dibenarkan. Salah satu contoh salah ucap yaitu r belum terbebtuk. Untuk itu ajaklah anak untuk berlatih menggetarkan kedua bibir keluar. -okta-
Sumber :
http://tata-bahasa.110mb.com/Konsonan.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Konsonan_gigi
www.speechtherapy.sg
Sadjaah, Edja . 1995. Bina Bicara, Persepsi Bunyi Dan Irama. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan: Bandung